Senin, 08 November 2010

RADEN BRATASENA




Tokoh Pandhawa adalah salah satu kelompok tokoh cerita pewayangan yang digemari masyarakat Jawa. Lebih-lebih dalam kaitannya dengan tokoh-tokoh Korawa. Masyarakat Jawa, terutama dalang dan para penulis cerita mengangkat tokoh Pandhawa sebagai tokoh yang baik. Masing-masing tokoh mempunyai kelebihan, kehebatan yang luar biasa. Demikian hebat dan berlebihan tentang tokoh itu, sehingga kedudukan masing-masing tokoh dianggap sebagai tokoh ideal. Berikut ini beberapa pengamatan melalui beberapa sumber cerita yang melibatkan tokoh-Bima

Dalam cerita kelahiran Pandhawa yang bersumber pada kitab Mahabharata pada bagian yang disebut Adiparwa, anak Pandhu yang ke dua lahir dari Kunthi bernama Bimasena, keturunan Sang Hyang Bayu atau Sang Hyang Prabanjana (Adiparwa, 1906: 121) Dalam kitab Adiparwa itu nama Bimasena lebih banyak disebut dengan nama Bima. Dalam kitab Wirataparwa juga ada sebutan Bhimasena (Wirataparwa, 1912: 11) Dalam kitab Bharatayudha karangan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh Bima mendapat sebutan Bhima (Bharatayudha XVII. 6) Pawanasuta (Bharatayudha XVIII. 4), Wrkodara (Nawaruci, 1934: 45) Ketika Pandhawa mengabdi ke negara Wiratha, Bima berganti nama Ballawa (Wirathaparwa, 1912: 11).

Dalam cerita Jawa baru nama Bima kebanyakan mengikuti nama yang disebut dalam cerita Jawa kuna. Yaitu Bima dan Arya Bima (Bimasuci: IX. 6), Sena dan Arya Sena (Bimasuci III. 13), Wrekudara (Bimasuci: 1. 2), Raden Wrekodara (Bimasuci, 1937: 92), Pawanasuta (Bimasuci IV. 10), Werkudara dan Werkodara (Mayer, 1924: 48, 234) Nama Bratasena atau Arya Sena pemberian Bathara Narada atas perintah Bathara Guru, dan dimuat dalam cerita Bima Bungkus (Mangkunagara VII Jilid V, 1930: 24), setelah bungkus bayi dipecah oleh Gajah Sena.
Ketika Bima lahir terdengar suara dari angkasa yang menerangkan, bahwa bayi itu kelak mahasakti dan luar biasa. Sejak kanak-kanak Bima diberi makanan beracun oleh Korawa. Makanan dimakan, tetapi Bima tidak mati. (Adiparwa, 1906: 120-125)

Cerita Bima beristeri Hidimbi dimuat dalam kitab Adiparwa, kemudian beranak Gathotkaca (Adiparwa, 1906: 145) Dalam cerita Jawa baru dimuat dalam cerita lakon berjudul Lairipun Gathotkaca (Mangkunagara VII Jilid X, 1932: 19). Isteri Bima yang semula bernama Hidimbi menjadi Arimbi.
Bima juga beristeri Nagagini anak Anantaboga di pertapaan Saptapratala, kemudian beranak Antasena atau Anantasena (Mangkunagara VII Jilid X, 1932: 14) sumber lain menceritakan, pekawinan BIma dengan Nagagini anak Hyang Anantaboga melahirkan anak Antareja. Sedangkan Antasena adalah anak dari hasil perkawinan Bima dengan Dewi Urangayu (Padmosukotjo, 1954: 90)

Pada umumnya Bima atau Wrekodara dilukiskan sebagai tokoh sakti, kuat, teguh pendiriannya dan sukar ditaklukkan keinginnannya. Dalam cerita Nawaruci, Bima membunuh dua naga jantan betina di sumur Dorangga, yang kemudian naga itu berubah menjadi dewa Sarasanbaddha dan bidadari Harsanadi (Nawaruci, 1934: 28).

Selanjutnya Bima juga membunuh raksasa bernama Indrabahu di tegal Andawana. Raksasa itu ternyata dewa Indra (Nawaruci, 1934: 32). Dalam cerita Dewaruci gubahan Raden Ngabehi Yasadipura I, Bima membunuh raksasa Rukmuka dan Rukmakala yang bertempat di goa Candramuka. Setelah dibunuh dua raksasa itu menjadi dewa Indra dan dewa Bayu (Dewaruci: II. 17-21). Cerita pembunuhan dua raksasa itu sama dengan cerita Bimasuci karangan Dr.M. Prijohoetomo dalam kumpulan karangannya yang berjudul Javaansch Leesboek (Amsterdam, 1937).

Dalam cerita perang Bharatayudha, Bima membunuh Dussasana (Dursasana) dengan kukunya (Bharatayudha: XIX. 14) dan membunuh Duryodana dengan memukulkan gadanya (Bharatayudha: XL VIII. 2)

Kesaktian Bima didukung oleh senjata yang terkenal dengan nama Gada Rujak Polo dan pemilikan beberapa ilmu. Aji atau ilmunya bernama Wungkal Bener, Bandung Bandhawasa dan Jayasangara (Hardjawiraga, 1982: 173). Raden Ngabehi Yasadipura I menyebut aji terakhir itu dengan nama Jayasangsara (Dewaruci: IV. 3)

Dalam cerita Senaroda, Bima mengangkat diri menjadi bagawan bergelar Bagawan Senaroda, mengajarkan ilmu baru tentang Ilmu Kesempurnaan Sejati (Suwandi, 1923: 35)

Dalam beberapa lakon yang melibatkan tokoh Pandhawa, Bima kerap kali diangkat sebagai tokoh pemusnah musuh yang menyerang negara Ngamarta, Dwarawati dan Wiratha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar